Saturday, December 10, 2011

Mungkinkah sebuah goresan korek api memicu revolusi?


Demonstran di Prancis mendukung 'Pahlawan Tunisia", 15 Jan. 2011
Pemberontakan rakyat yang menjatuhkan seorang diktator di Tunisia pada awal tahun 2011 dimulai ketika seorang pemuda berusian 26 tahun Mohamed Bouazizi membakar dirinya sendiri ketika polisi menyita gerobak buahnya. Copycat terhadap tindakan Mohamed ini kemudian menyebar di seluruh Afrika Utara. Mohamed membakar dirinya pada 17 Desember 2011, dan pada awal Januari 2011 tiga orang di Aljazair, seorang tukang Roti di Mesir, dan seorang laki-laki di Mauritania membakar diri mereka. Protes di Tunisia itulah yang meluas ke perlawanan rakyat di seluruh Arab yang dikenal dengan Arab Spring.

Sondang Hutagalung
Bunuh diri telah menjadi sebuah bentuk protes politik selama beberapa decade, dan inilah sebuah daftar panjang orang-orang yang telah membunuh dirinya karena alasan politis. Sore ini, 10 Desember 2011, bertambah lagi satu nama dalam daftar itu, Sondang Hutagalung, yang membakar diri di depan Istana Merdeka pada Rabu, 7 Desember 2011. Pemuda berusian 22 tahun itu meninggal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sekitar pukul 17.50. 

Meski berbagai berita seputar pembakaran diri mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno ini, mencoba mengalihkan perhatian publik seakan tindakan itu tidak dimotivasi secara politis, dan bahkan ada psikolog yang menyebutnya tidak waras, namun pilihan tempat membakar diri di depan Istana negara tentu punya maksud tersendiri. Apapun usaha untuk mencegah dampak pembakaran diri ini, Sondang telah menjadi icon perlawanan baru di Indonesia. Koran Kompas pun menegaskan beberapa kali dalam beritanya bahwa Sondang adalah aktifis yang punya kedekatan dengan aktifis HAM yang dibunuh, Munir Said Thalib.

Tribute kepada Jan Palach, 1969.
Dari daftar panjang orang membakar diri karena alasan politis di atas, satu yang cukup terkenal adalah Thich Quang Duc, seorang biarawan Budha yang membakar dirinya sampai mati di Saigon saat perang Vietnam di tahun 1963. Foto kejadian ini sangat terkenal dan tak terlupakan. Banyak biarawan mengikuti jejaknya saat perang semakin menggelora. Di Eropa, Jan Palach, seorang Czech berusia 20 tahun membakar dirinya sampai mati di Prague pada tahun 1969 beberapa bulan setelah Soviet menginvasi negaranya. Palach kemudian dikenang sebagai seorang martir perjuangan melawan Komunisme. Ada banyak lagi yang membakar diri mereka di Tibet, India, Turki dan beberapa tempat lainnya.


Kadang sulit dipastikan hal apa yang memotivasi mereka membakar dirinya sampai mati. Sebagai contoh, ada debat panjang soal bagaimana Thich Quang Duc memandanag pembakaran dirinya di tahun 1963.
Biksu Thich Quang Duc membakar dirinya tahun 1963.
Namun apapun motifnya, bunuh diri kadang mewabah seperti penyakit, terutama yang banyak diberitakan oleh media. David P. Phillips, seorang sosiolog pada University of California  di San Diego, mempublikasikan sebuah study pada tahun 1974 yang mendokumentasikan meningkatnya angka bunuh diri setelah kasus-kasus bunuh diri yang dipublikasikan secara baik. Phillips menyebutnya the Werther effect, menunjuk kepada tingginya angka bunuh diri menyusul diterbitkannya 1774 “The Sorrows of Young Werther,” sebuah novel dari Johann Wolfgang von Goethe pada tahun 1774 yang menceritakan seorang pahlawan romantis membunuh dirinya sendiri.
“One thing is strongly suggested by the academic studies: People are more likely to copy suicides if they see that they have results, or get wide attention,” kata Phillips.
Tunisia telah menjadi bukti yang menakutkan tentang bunuh diri yang menular ini dan Sondang Hutagalung bisa saja menjadi inspirasi bagi banyak orang, apalagi jika revolusi yang telah dipicu oleh Bouazizi dianggap berhasil.
Tapi ada juga yang bilang bahwa revolusi tak jatuh dari langit. Mesti ada kondisi-kondisi yang mengiring ke arah revolusi.


1 comment:

Wesly Jacob said...

semoga pengorbanannya tak sia-sia